Ijo Temple, Temple of the Highest Located in Yogyakarta

Posted by Aden On 08.33 No comments



Going along the road to the south of Queen Boko Palace complex is an exciting journey, especially for cultural tourism lovers. How not, the building of the temple there were scattered like mushrooms in the rainy season. One of them is not much into conversation is Ijo Temple, a temple which located the highest among other temples in Yogyakarta Special Region.

Ijo Temple was built around the 9th century, on a hill known as Green Hill Gumuk Ijo that height is 410 m above sea level. Because of its altitude, it is not only the temple that you can enjoy the natural scenery but also below such as terraces in the agricultural area with a steep slope. Although not a fertile area, the natural scenery around the temple is very beautiful to be enjoyed.

Temple complex consists of 17 building structures that are divided into 11 terraces. The first terrace lawn to the entrance is a terrace staircase stretching from west to east. Building on the terrace to form a fence around the 11th, eight phallus stakes, four of the main temple building, and three ancillary temples. The laying of the building on each core based on kesakralannya. Building on the highest terrace is the most sacred.

Encountered various forms of art since the entrance of the building belonging to this Hindu temple. Just above the entrance there are times makara with dual head motif and several attributes. Motives and attributes that can also be found in Buddhist temples show that it is a form of acculturation temple of Hindu and Buddhist culture. Some temples have a similar motive when makara among others Ngawen, Plaosan and Sari.

There is also a statue depicting the figure of women and men who drift and lead to certain side. The figure could have several meanings. First, as suwuk to mngusir evil spirits and the second as a symbol of unity of Lord Shiva and Goddess Uma. Unity is seen as the beginning of the creation of the universe. Unlike the statue at Prambanan, natural style of the statues in Temple Ijo not lead to eroticism.

Towards the building of chapel on the terrace to-11, there is a place like the tub where the fire sacrifice (Homa). Right at the top of the tub rear wall there are air holes or vents in the form of a parallelogram and a triangle. The existence of the fire sacrifice reflects the Hindu community that worships Brahma. Three of chapel showing respect for the Hindu Trimurti society, namely Brahma, Shiva, and Whisnu.

One of the saving mysteries of two inscriptions are located in the building of the temple on the terrace to-9. One of the inscriptions is coded with the writing Guywan F or Bluyutan means hermitage. Another inscription stone measuring 14 cm high and 9 cm thick load of spells that estimated in the form of condemnation. Mantra is written 16 times and include a legible is "Om Sarwwawinasa, Sarwwawinasa." Could be, the two inscriptions are close to the occurrence of certain events in Java at that time. Is the event? Up to now have not been disclosed.

Visiting this temple, you will see beautiful scenery that can not be found in other temples. When facing west and looking down, you can see planes taking off and landing at the airport Adisutjipto. The scene could be found because the Thousand Mountains where this temple stood the eastern limit of the airport. Because of the existence of the temple in the mountains, too, Adisutjipto airport runway could be extended eastwards.

Every detail of the temple presents something meaningful and invites the visitors to reflection so that the journey will not just be fun time. The existence of many great works of art without the name of the creators show Javanese community views that emphasized more on the moral message presented by a work of art, not the creators or the grandeur of his art.



INDONESIAN:

Menyusuri jalan menuju bagian selatan kompleks Istana Ratu Boko adalah sebuah perjalanan yang mengasyikkan, terutama bagi penikmat wisata budaya. Bagaimana tidak, bangunan candi di sana bertebaran bak cendawan di musim hujan. Satu diantaranya yang belum banyak menjadi perbincangan adalah Candi Ijo, sebuah candi yang letaknya paling tinggi di antara candi-candi lain di Daerah Istimewa Yogyakarta.

Candi Ijo dibangun sekitar abad ke-9, di sebuah bukit yang dikenal dengan Bukit Hijau atau Gumuk Ijo yang ketinggiannya sekitar 410 m di atas permukaan laut. Karena ketinggiannya, maka bukan saja bangunan candi yang bisa dinikmati tetapi juga pemandangan alam di bawahnya berupa teras-teras seperti di daerah pertanian dengan kemiringan yang curam. Meski bukan daerah yang subur, pemandangan alam di sekitar candi sangat indah untuk dinikmati.

Kompleks candi terdiri dari 17 struktur bangunan yang terbagi dalam 11 teras berundak. Teras pertama sekaligus halaman menuju pintu masuk merupakan teras berundak yang membujur dari barat ke timur. Bangunan pada teras ke-11 berupa pagar keliling, delapan buah lingga patok, empat bangunan yaitu candi utama, dan tiga candi perwara. Peletakan bangunan pada tiap teras didasarkan atas kesakralannya. Bangunan pada teras tertinggi adalah yang paling sakral.

Ragam bentuk seni rupa dijumpai sejak pintu masuk bangunan yang tergolong candi Hindu ini. Tepat di atas pintu masuk terdapat kala makara dengan motif kepala ganda dan beberapa atributnya. Motif kepala ganda dan atributnya yang juga bisa dijumpai pada candi Buddha menunjukkan bahwa candi itu adalah bentuk akulturasi kebudayaan Hindu dan Buddha. Beberapa candi yang memiliki motif kala makara serupa antara lain Ngawen, Plaosan dan Sari.

Ada pula arca yang menggambarkan sosok perempuan dan laki-laki yang melayang dan mengarah pada sisi tertentu. Sosok tersebut dapat mempunyai beberapa makna. Pertama, sebagai suwuk untuk mngusir roh jahat dan kedua sebagai lambang persatuan Dewa Siwa dan Dewi Uma. Persatuan tersebut dimaknai sebagai awal terciptanya alam semesta. Berbeda dengan arca di Candi Prambanan, corak naturalis pada arca di Candi Ijo tidak mengarah pada erotisme.

Menuju bangunan candi perwara di teras ke-11, terdapat sebuah tempat seperti bak tempat api pengorbanan (homa). Tepat di bagian atas tembok belakang bak tersebut terdapat lubang-lubang udara atau ventilasi berbentuk jajaran genjang dan segitiga. Adanya tempat api pengorbanan merupakan cermin masyarakat Hindu yang memuja Brahma. Tiga candi perwara menunjukkan penghormatan masyarakat pada Hindu Trimurti, yaitu Brahma, Siwa, dan Whisnu.

Salah satu karya yang menyimpan misteri adalah dua buah prasasti yang terletak di bangunan candi pada teras ke-9. Salah satu prasasti yang diberi kode F bertuliskan Guywan atau Bluyutan berarti pertapaan. Prasasti lain yang terbuat dari batu berukuran tinggi 14 cm dan tebal 9 cm memuat mantra-mantra yang diperkirakan berupa kutukan. Mantra tersebut ditulis sebanyak 16 kali dan diantaranya yang terbaca adalah "Om Sarwwawinasa, Sarwwawinasa." Bisa jadi, kedua prasasti tersebut erat dengan terjadinya peristiwa tertentu di Jawa saat itu. Apakah peristiwanya? Hingga kini belum terkuak.

Mengunjungi candi ini, anda bisa menjumpai pemandangan indah yang tak akan bisa dijumpai di candi lain. Bila menghadap ke arah barat dan memandang ke bawah, anda bisa melihat pesawat take off dan landing di Bandara Adisutjipto. Pemandangan itu bisa dijumpai karena Pegunungan Seribu tempat berdiri candi ini menjadi batas bagian timur bandara. Karena keberadaan candi di pegunungan itu pula, landasan Bandara Adisutjipto tak bisa diperpanjang ke arah timur.

Setiap detail candi menyuguhkan sesuatu yang bermakna dan mengajak penikmatnya untuk berefleksi sehingga perjalanan wisata tak sekedar ajang bersenang-senang. Adanya banyak karya seni rupa hebat tanpa disertai nama pembuatnya menunjukkan pandangan masyarakat Jawa saat itu yang lebih menitikberatkan pada pesan moral yang dibawa oleh suatu karya seni, bukan si pembuat atau kemegahan karya seninya.

Naskah: Yunanto Wiji Utomo


from: http://www.yogyes.com





0 komentar:

Posting Komentar

Hotel and resort